Jumat, 26 Maret 2010

Pilkada dan isu kerusakan lingkungan

Pesta demokrasi untuk memperebutkan KH-1 maupun bupati masih, telah dan akan terus menjadi tema pokok berita beberapa surat kabar di bumi tambun bungai hingga beberapa bulan ini. Dari prosedur administrasi untuk menjadi balon, visi misi hingga rumor yang berkembang disekitarnya menjadi bidikan menarik untuk dicari dan disebarkan ke khalayak umum, apalagi jika masa kampanye nanti sudah dibuka secara resmi.

Kesejahteraan masyarakat dan pembangunan menjadi tema sentral dalam visi misi setiap bakal calon yang berlaga di pesta demokrasi rakyat Kalimantan Tengah. Tidak ketinggalan juga adalah target dan capaian – capaian yang akan dilakukan yang diukur lewat indikator waktu 100 harian maupun volume kerjaan yang dilaksanakan, program kerja pun dipaparkan dengan begitu jelas dan terukur meskipun ada juga balon yang tidak jelas mau dibawa kemana Kalimantan Tengah lima tahun kedepan. Intinya adalah semua berpihak pada rakyat atas nama kesejahteraan dan martabat. Namun nun jauh disana yang menggelisahkan dan masih menjadi pertanyaan tersisa dari semua itu adalah tentang isu lingkungan, isu mendasar yang terpinggirkan dalam simpang siur dan hiruk pikuk isu- isu politik permukaan, isu yang menjadi nomor sekian dalam visi misi dan program kerja para balon, dan kalaupun ada mungkin hanya sebagai pelengkap saja.

Bumi tambun bungai ini tidak ada masalah dengan lingkungan?

Sederet peristiwa akibat kerusakan lingkungan mungkin sudah kita lupakan, dari banjir, kebakaran hutan, bencana asap dan lain sebagainya, semua itu seakan – akan menguap tanpa ada pelajaran yang berarti yang kita dapatkan. Bencana – bencana tersebut lewat seperti rutinitas yang memang harus dilalui. Banjir, kebakaran, asap itu sudah biasa toh nanti akan hilang dengan sendirinya. Ironis memang dikala dunia sedang menghadapi masalah pemanasan global yang lambat tapi pasti telah menggeser kondisi lingkungan kita, kondisi dimana keteraturan menjadi ketidakjelasan, dimana ketidakjelasan ini membutuhkan respon yang cepat sebelum semua menjadi terlambat. Namun kebanyakan perilaku dan kebijakan kita tidak mencerminkan kesadaran dan tanggap akan semua itu, salah satunya kita berlomba – lomba untuk menghabiskan hutan dan lahan gambut atas nama kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah, meski pada kenyataannya semua itu hanya mengalir pada segelintir orang.

Tentang pemanasan global sendiri, Indonesia saat ini menempati urutan ke-21 dalam Negara penghasil emisi karbon, namun ini baru dihitung dari penggunaan bahan bakar fosil. Jika emisi lahan gambut dimasukkan maka posisi Indonesia berada di peringkat ke-3 karena emisi yang dihasilkan dari gambut lebih besar 6,5 kali dari emisi CO2 yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil setiap tahunnya.(energiterbarukan.net)

Didunia lahan gambut hanya sebesar 3% dari luas daratan permukaan bumi tetapi meskipun kecil porsentasenya lahan gambut menyumbang 30% emisi karbon di seluruh dunia. Sementara itu 30 % gambut dunia ada di daerah tropis dimana 60%nya (22.5 jt Ha) ada di Indonesia, dan 28 % gambut di Indonesia ada di Kalimantan Tengah, terbesar di Indonesia.

Dalam sebuah penelitian WWF, 2009 tentang emisi karbon dilahan gambut pada kebakaran tahun 2009 dikawasan Taman Nasional Sebangau didapatkan 86.830 tC , sedangkan kebakaran biomassa atas permukaan menghasilkan emisi karbon 18.518 tC, ini berarti emisi karbon yang dihasilkan dari kebakaran gambut 4.7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kebakaran biomassa atas permukaan. Berdasarkan hal tersebut terlepas dari berapa kali emisi yang dihasilkan dari kebakaran gambut, seyogianya kawasan – kawasan gambut yang masih tersisa di Kalimantan Tengah ini bisa dipertahankan dan dilestarikan mengingat besarnya potensi penyerapan karbon jika dijaga dan besarnya potensi pelepasan karbon jika dirusak.

Dari paparan Gubenur Kalimantan Tengah disebutkan bahwa lahan gambut di Kalimantan Tengah ternyata 1.5 juta Ha-nya (kurang lebih 50% dari total lahan gambut) mengalami kerusakan. Artinya jika kerusakan gambut terus terjadi di bumi tambun bungai ini maka Kalimantan tengah bisa menjadi salah satu pengekspor emisi karbon terbesar di Indonesia dan dunia pada umumnya.

Kerusakan kawasan gambut atau pelestariannya akan sangat tergantung seperti apa kebijakan yang dijalankan oleh para penguasa meskipun hal ini bukan satu – satunya faktor. Namun sekali lagi sangat disayangkan jika masalah lingkungan dalam pesta demokrasi di Bumi Tambun Bungai ini belum dianggap sebagai masalah penting dan genting. Jikalau dilihat hanya dari emisi karbon saja sudah sangat serius, belum masalah – masalah lingkungan yang tiap hari kita lihat dan rasakan dan yang tidak bisa lagi dihitung dengan jari tangan kita.

Dikotomi pelestarian lingkungan dan pembangunan memang masih terjadi, bahwa ketika kita menjaga dan melestarikan lingkungan maka konsekuensi logisnya adalah pembangunan jadi terhambat, eksploitasi sumberdaya alam terbatasi, pendapatan daerah berkurang, pembangunan infrastruktur terhalang dan kebutuhan kampung tengah masyarakat pun jadi kosong. Atau sebaliknya dalam penggalakan program – progam penyejahteraan sosial ekonomi masyarakat maka korban pertamanya adalah lingkungan. Namun apakah ini akan terus terjadi, pembenturan pembangunan dan lingkungan. Tidakkah cukup data dan fakta dilapangan bagaimana bencana – bencana ekologi terus terjadi. Bencana yang ditimbulkan bukan semata –mata karena alam namun akibat dari sisa – sisa pembangunan yang tidak terselesaikan.

Dan akhirnya sedikit mengutip kata – kata dari Bung Eep Saefullah Fatah, masa depan demokrasi perlu diperjuangkan dan program-program penyejahteraan sosial-ekonomi masyarakat perlu digalakkan. Tapi, bisakah demokrasi dan kesejahteraan tegak di tengah punahnya daya topang ekologi? Bisakah kita terus berdiri gagah sebagai bangsa demokratis di tengah kepungan kerusakan lingkungan tak terpanai?
Wallahualam.
(opini kalteng pos;25-26 Maret 2010)

Rabu, 24 Maret 2010

kantung plastik saya beracun ya...


Kantung plastik, sebuah barang yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari - hari, dan saking seringnya kita gak pernah memperhatikan lagi berapa banyak dalam sehari kita ambil-buang yang namanya kantung plastik...sepertinya sepele tapi mengerikan sebenarnya...
adalah Ibu Indah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Palangkaraya, kota kecil di pedalaman kalimantan. Ibu Indah seorang ibu rumah tangga yang sederhana saat ini mempunyai satu orang anak dan sedang menunggu anak keduanya, banyak cerita antara beliau dan yang namanya kantung plastik.
Karena ibu Indah ini adalah seorang ibu rumah tangga maka hal yang hampir tiap hari dilakukan adalah berbelanja entah untuk keperluan dapur atau untuk keperluan suami dan anaknya. Nah yang menarik adalah Ibu Indah selalu membawa kantung plastik dari rumahnya. Pada awalnya penjualnya sempat menjadi sewot karena Ibu Indah ini membawa kantung plastik sendiri, alih alih diapresiasi malah dikira oleh penjual sayur bahwa kantung plastik darinya beracun ....aneh mungkin pikir penjual ini, tetapi maklum saja karena di palangkaraya ini khususnya di daerah Panarung beli apapun pasti dikasih kantung plastik sesuai dengan besarnya barang yang dibeli. Disamping cerita pahit ada juga cerita manisnya, karena Ibu Indah ini kalau beli makanan seperti bakso dsb juga bawa tempat sendiri dan tentunya dengan persyaratan gak pake mie, gak pake bumbu masak, gak dicampur saos dsb dsb..maka ketika suatu saat suaminya membelikannya bakso ditempat biasa beli maka dengan otomatis maka persyaratan - persyaratan tadi tanpa babi bu penjualnya udah hafal, karena gak ada lagi yang beli bakso bawa tempat sendiri kecuali ibu indah ini.
Ada kebiasaan lainnya dari Ibu Indah ini yaitu dia mempunyai tempat penyimpanan plastik tersendiri, mana plastik yang akan dipake lagi dan mana yang dibuang dan dia akan sangat bangga kalo dalam seminggu misalnya simpanan plastiknya tidak bertambah atau sedikit bertambahnya..
Ibu Indah ini juga cukup disiplin dalam memilah sampah hingga membuang sampahnya, anaknya yang masih 1.5 tahun pun sudah diajar untuk membuang sampah dengan memilahnya. Saat membuang pun melihat waktu - waktu yang tepat, dia paling pantang membuang sampah saat hari hujan, kuatir kalo sampahnya akhirnya campur, terutama sampah kering yang dia pilah menjadi basah..kasihan pemulung yang akan memanfaatkannya ujarnya.
Cerita lainnya yang cukup menegangkan juga yaitu ketika dia lagi jalan dan tiba - tiba ada orang buang sampah plastik sembarang di jalan. Dengan serta merta didampratnya orang tersebut tanpa mikir - mikir resiko apa yang terjadi bila dia lakukan...tapi ternyata orang tersebut juga gak bisa berkutik menerima kesalahannya..
Pernah juga suatu saat suaminya membelikan soto ayam dan suaminya itu membelikan tanpa membawa tempat sendiri so sotonya memakai plastik warnanya hitam lagi dan bisa diterka Ibu Indah pun sewot bukan main dengan suaminya dan saking sewotnya akhirnya soto tersebut gak dimakan.
mmmm gaya hidup yang aneh mungkin menurut kebanyakan orang tapi semoga bisa dilakukan juga oleh ibu - ibu rumah tangga lainnya karena meskipun kecil tapi manfaatnya akan sangat besar jika banyak yang melakukan.semoga....


Rabu, 17 Maret 2010

Setelah sekian lama...

Ya setelah sekian tidak menulis, menulis semua hal apakah dari hasil perenungan atau hanya sekedar menulis.. kucoba untuk menulis lagi.Semoga bisa untuk menjadi pembelajaran khususnya buatku sendiri dalam menapaki langkah dan tahapan kehidupan ini dan menjadi perenungan kembali untuk bisa menjadi lebih baik lagi...